Pengarang
: Laura Halida
Penerbit
: Robbani Press
Halaman
: 181
Tahun
Terbit : 2004
ISBN
: 979-3304-43-X
Celine, seorang katolik taat yang terlahir sebagai anak dari ayah yang menjabat sebagai kepala organisasi kristen terkemuka –dan paling berhasil mengkristenkan domba-domba tersesat- di dataran tanah Sumatera, terpaksa harus menerima kenyataan pahit bahwa ia tidak diterima lagi dalam keluarga karena masuknya ia dalam agama Islam yang mulia. Celine yang justeru masuk Islam sepulang dari Prancis karena perkenalannya dengan wanita muslim penjaga kios bahan makanan Asia, dibuang oleh ayahnya ke sebuah hutan belantara mengerikan, setelah selama satu bulan disekap dan di-kerangkeng.
Kini, terdamparlah ia di sebuah
rumah sepasang suami isteri –Henry dan Ida- yang baik dan berbudi setelah seorang
anak menemukannya di hutan. Rasa takutnya untuk ketahuan keluarga di Padang,
membuat ia terpaksa berpura-pura tidak bisa Bahasa Indonesia. Didukung paras
cantiknya sebagai peranakan Prancis, Celine pun tak pernah menanggalkan bahasa
Prancis-nya agar mencegah terbongkarnya identitas Celine yang asli. Terlebih,
Firman, adik dari uni Ida kuliah di Padang dan sangat memungkinkan ia mengenali
ayahnya yang seorang pebisnis sukses dan kayaraya.
Dikenal sebagai seorang
bule-muslimah di kampung barunya kini, Celine juga pandai membaca al-qur’an, ia
pun mengajar ngaji anak-anak di surau desa. Bagaimana mungkin Firman tak jatuh
hati padanya. Namun pada suatu hari, datanglah seorang sepasang suami isteri
misterius yang bernama Uda Hassan dan Uni Fatima. Rasa-rasanya, Celine
mengenali wajah uni Fatima. Namun, ia tak bisa lebih banyak mengingatnya.
Mereka berdua dikenal sebagai muslim yang taat dan dermawan. Namun sayang, jika
diajak ibadah di surau desa, mereka selalu menolak. Mereka berdua bahkan
membuat pengajian baru di kediamannya, tetapi janggalnya, pengajian tersebut
dilaksanakan bertepatan dengan jadwal pengajian surau.
Semakin hari, semakin
melencenglah tingkah polah para jama’ah pengajian uni Fatima dan Uda Hassan
tersebut. Celine pun kini mengerti bahwa apa yang mereka lakukan adalah
sebuah praktek kristenisasi. Dan barulah
Celine sadar, bahwa “mereka-mereka” itu adalah antek-antek dan teman-teman
papanya di misionaris. Untung saja, uni Ida dan Uda Hassan tidak termasuk dalam
masyarakat yang mudah tergoda dnegan rayuan sembako dan elektronik gratis.
Bahkan, Firman –yang ternyata tergabung dalam oragnisasi anti permutadan di
kampusnya (ORGAN)- pun kini siap memerangi kristenisasi yang tengah merajalela
di kampungnya, bersama Celine. Dan dengan rasa bersalah, Celine pun akhirnya membongkar
rahasianya bahwa ia adalah orang Indonesia dan fasih berbahasa Indonesia serta
menjelaskan alasan kebohongannya.
Celine mencoba menghubungi
adiknya Val –karena kegiatannya ini membutuhkan dana yang besar- yang sudah 6 bulan lamanya tak bertemu. Tentu
saja, Val kaget dan terkejut mendapati uninya masih hidup. Celine meminta Val
datang ke kampungnya. Sedatangnya Val di kampung, Celine dan Val mulai
menyelidiki “mereka” yang ternyata benar antek-antek papa mereka berdua.
Walaupun Val belum terajuk masuk Islam, namun ia sangat menyayangi uninya itu
dan bersedia turut serta membantu.
Dalam “peperangan” ini, Celine,
Firman, dan teman-teman ORGAN-nya mencoba mendatangi kediaman uni Fatima dan
uda Hassan untuk mengajak debat terbuka. Terang-teranganlah mereka itu membela Kristen.
Namun, Firman dan teman-temannya tentu tak segan membalasnya dengan hujatan
ilmiah dan lemparan menohok. Hingga di akhir, “mereka” pun kalah tekak dan tak
berkutik membalas gencatan argumen dari kubu islam.
Perjuangan Celine terus
berlanjut. Sempat diculik kembali oleh sang ayah yang berhasil menciduk
keberadaannya, Val menolongnya dan disitulah moment pengukuhan keislaman
Valerie terjadi. Val bersyahadat. Ia Islam. Ia muslimah. Karena seperti pesan
kakaknya, justeru seorang Kristen taat yang rajin membaca bibel-lah yang
justeru akan menemukan titik terang karena mendapati banyak sekali kecacatan
yang ada pada bibelnya. Dari pesan itulah Val menjadi sering membaca bibel dan menerjemahi
setiap kecacatan memalukan pada agamanya sendiri.
Firman yang sedari bertemu pertama
kali dengan Celine telah jatuh hati padanya, memutuskan untuk meminang gadis
cantik itu atas saran dari seorang ustadz yang bersama-sama dengannya berjuang
melawan kristenisasi. Namun sayang seribu sayang, dendam ”mereka” yang
menghantui para “penentang” tertuju pada si cantik Celine. Di malam hari,
Celine terbunuh dengan sebuah peluru antisuara oleh dua orang dari “mereka”.
Pinangan pun luntur. Firman kehilangan seorang sholehah yang dicintainya.
Novel ini jujur dan terasa
sangat real. Detailnya sangat mencerminkan keadaan Padang yang memang marak
dengan praktek kristenisasi yang sarat dengan berbagai iming-iming. Sayangnya,
akhir cerita yang gantung hanya menyiratkan sebuah keadaan syahid dalam
kematian Celine. Sementara hasil akhir dari perjuangan melawan kristenisasi
yang ada di desa dan begitu sangat dekat, belum jelaslah hasilnya. Kelebihan
buku ini terletak pada kegamblangan informasi yang diberikan si penulis mengenai
kecacatan- kecacatan agama “mereka” dengan disertai argumen atau tanggapan dari mereka sendiri, yang
kemudian saling berbalasan dengan argumen dari “kita”. Alasan-alasan ilmiah
tersebut jelas nampak disaat berlangsungnya perdebatan antara “mereka” dengan
Firman dkk.
Patut dibaca bagi kita muslim
dan muslimah sebagai sumber informasi untuk melawan hujatan-hujatan dari
“mereka”. Mendidik!
No comments:
Post a Comment