Dulu, Eyang putriku dijajah.
Mbah buyutku dipenjara.
Dirampaslah bening botol imajinya.
Hingga harapan dan genap cita-cita,
berjamur dan melebur:
pada
DAPUR, SUMUR, dan KASUR.
Dulu Eyang putriku dijajah:
Dijajah adat dan kejenuhan rekaan mitos.
Dulu Mbah buyutku dipenjara:
Dipenjara tanggal pingitan.
Dipenjara
di rumah sendiri.
Telungkup bisu tanpa bacaan.
Membenih sendu tiada ajaran.
Berlumur kebodohan.
Dan kiranya seorang gadis itu mengerti.
Harus ada lakon guru di
barisan perempuan.
Harus berkembang ranah ini bukan oleh biduan.
“Hei Abendanon!”, sapanya zaman itu.
“Disini kami pada buta huruf.
Disini kami terduduk dan terpekur.
Bagaimana para gadis di Londo sana, hei Abendanon?”
Dan jejak-jejak pena itu; bercampur baur.
Menjadi anyaman kemandirian.
Dan tercipta ilmu bercucuran.
Si hitam-hitam itu menguap:
Menjadi benderang!
Dan yang gelap; menjadi gemerlap.
Bangkit!
Tinggalkan telur-telur yang dieram.
Dan buntalan kusut kejemuan.
Masih ada buah ranum di
pelupuk mata kanan.
May 5th 2012 | 07.19 pm
@mpb(gsg)cendekia: Preparation for Kartini
Day ~
Read by FegaGifarina as the chief of the
event in front of whole IC’s studentsJ
No comments:
Post a Comment