Labels

Monday, July 16, 2012

Diri


Ada langit yang runtuh tadi malam.
Ada rasa sendiri.
Dan menyendiri.
Pada kesendirian.
Di tengah tunggang pendirian.
Membuat angkara si pendiri.

                            Ini tentang diri~

Yang tiba-tiba diam batu.
Karena si ibu meledak buat malu.
Karena makan waktu.
Karena payahku.
Setelah kerja menggebu-gebu.
Sampai habis suaraku.

10 Juli 12 | 08.15 am
@plazacendekia: Foranza General Chief Election

Saturday, July 7, 2012

Tengah angka ENAM

Sekarang tengah angka enam.
Dan semua menyeruak:
    Ingusku yang sesak jelimetan di hidungku.
    Perangai bak kerbau yang kuhabiskan di ranjang eyang.
    Horizon pantai memukau pundak dan nyali semerbak menggawang sesak di saku kiri.
    Hasrat kebendaan yang kusebut sebagai fasilitas.
    Rencana yang mengiba minta dibenahi tak kenal kritis pundi.
    Lagi: kesemutan pada kaki, ingin kesana kemari.
    Si Kecil yang hilang. Ah! Maaf Dho, Ris, Fin.
    Si Popeye yang entah mengantah berantah.
    Kecut manis pahit segar merahnya bibir di babi babi babi.
    Janjiku pada perihal yang banyak-banyak. Bodoh!
    Semangat yang kemarin membumi, melayang, membumi -
    Salah hitung untuk satu pekan yang terlanjur dua minggu.
    Jadilah, sari, selendang, bikini, menumpuk di kresek sayur.
    Wanita berhias renda di mastaka yang tak sempat kusambangi.
    Gadis yang bercumbu tiga kali yang tak sempat kusinggahi.
    Fahriza yang belum dapat kutimang baik. Oh~
    Rahasia 30 juta mama dan ibuku.
    Rindu pada almamater hijau dan cengangas-cengenges renyah.
    Dan tempe oreg. Juga Tutug Oncom. Aduhai~
    Teman kecil angkuh di lompatan tali. Gajah? Kubuktikan nanti dengan jaket kuning!
    Kemana pergi mantan hartawati itu?
    Buka gerai saja awak ini hah?
    Dan lawakan.
        Bukan lawikin.
    Garapan yang terhenti.
    Gubuk yang tak kunjung diperbaiki. Cepatlah...!
    Kelompok tabuh petik yang tak jadi-jadi.
    Semuanya hobi, hmm...
    Pekat hitam sangraian kopi gunung Tanggamus.
    Iri dan pesona Gayatri.
    Ambisi Dewi Sri.
    Cinta yang lenyap untuk terpujaku, terpuja-pujaku.
    Drama. Rekaan yang belum kusuruh mati..
Mengaji tak lepas,
Lalai habis waktu: dilahap-
Tak timbul getar-gemetar rasa salah rasa tak sudi.
Oh, Kafirkah hati?

06 Juli 2012 02.59 pm.
    


Friday, July 6, 2012

Pecinta Bunga

Kharismanya, pudarkan anggrek bulan
Tak pernah sekalipun ia mengaduh
Setiap kata dia untai di elok puisi
Siapa yang tak kan tertawa?
Bulat besar bola mata itu tajam hingga ke sudut
Mereka-reka lelucon tadi pagi,
Terpingkal-pingkal cacing di perutku ini
Hanya karena lihat gelagat,
Belum lagi dia melucu
Apakah kami tak hormat lagi?
Justeru tidak!
Suka hati kami lebarkan tangan
Menyambut setiap keping konyolmu
Sekali lagi, KAMI TERTAWA
Pandangi guyon nakal darimu
Guru tulis-menulis
Guru baca-membaca
Guru bersandiwara
Wanita pencinta BUNGA

untuk Bu Eka, 18 Januari 2012 07.49 am-
http://www.facebook.com/messages/#!/notes/eka-retno/puisi-nida-khansa-untukku/10151180459430273