Lagi-lagi.
Berlaga.
Dengan belagu.
Sambil nyanyi lagu.
Mematri elegi.
Melambang logo.
Menggambarnya di benteng lego.
Bersiap untuk liga.
Menghempas culun lugu.
Agar lega~
Supaya tidak ada yang menghina.
August 30th 2012 | 09.28 am.
@mathematicclass
Labels
- design (2)
- fashion (11)
- feature (10)
- my story (14)
- photography (27)
- poetry (28)
- short story (1)
Friday, August 31, 2012
Thursday, August 30, 2012
-ang
Segala puji kemarin siang.
Meski tak banyak yang ikut riang.
Terlebih mereka yang sebelumnya tidak senang.
Yang ikut cemooh dibuang-buang.
Sayang~
Tapi tak apa___________
Serdadu putih-hitam senang.
Terlebih aku yang diam karena malu membayang.
July 11th 2012 | 07.30 am.
@mpbcendekia
Meski tak banyak yang ikut riang.
Terlebih mereka yang sebelumnya tidak senang.
Yang ikut cemooh dibuang-buang.
Sayang~
Tapi tak apa___________
Serdadu putih-hitam senang.
Terlebih aku yang diam karena malu membayang.
July 11th 2012 | 07.30 am.
@mpbcendekia
Saturday, August 25, 2012
Wednesday, August 22, 2012
Poranja Sekarang Ini
Melihat teman-teman di satu pot ini tumbuh berkembang makin hijau, dan beberapa bahkan sudah punya bakal buah mumpuni.
Menyadari bahwa jari lain di kaki ini mulai pintar memilah jalan yang hendak dijejaki.
Menyadari jemari lain di tangan ini mulai sudi menekuni apa yang jadi mimpi.
Pada mengukur kemampuan dan mencari lorong tempuh yang kiranya sanggup dijalani; dilewati.
Menghimpun kesempurnaan selagi masih belum seberkeping mungkin dan sebelum semua yang terpenting menjadi tak penting di momen yang semua anggap tak berarti di masa nanti.
Dan seawas mataku yang tidak sipit, benang sari getol saja memikirkan si putik primadona hati.
Dan seawas mataku yang tidak melipit, putik cantik getol saja memesona benang jantan penarik saripati.
Sementara ada yang mulai merindu baru-baru kemarin hari.
Katanya, baru sekarang merasa pertalian ini diingati, dihayati, dihargai, dikasihi, disayangi, dibumbui, dirasai, dipunyai; Dimiliki~
Bertebaran kata peduli saban hari makin menjadi pada pertalian ini.
Ada istimewa katanya pada tiap persembahan yang diberi dari diri sendiri dan yang ramai percaya diri.
Ada yang menangis karena melihat tawa berketiwi. *riris
Banyak tanah disinggahi; dipelesiri, sama anak-anak pelancong ini.
Banyak hujah, suasana, firasat, ra'yi, dramatisasi, melankoli, acapkali mewarnai :)
URANG TEH DULUR | August 22nd, 2012 | 05.17 pm
@myhouse|banjarsari-is-going-to-be-crowded-city #fiuhh
Menyadari bahwa jari lain di kaki ini mulai pintar memilah jalan yang hendak dijejaki.
Menyadari jemari lain di tangan ini mulai sudi menekuni apa yang jadi mimpi.
Pada mengukur kemampuan dan mencari lorong tempuh yang kiranya sanggup dijalani; dilewati.
Menghimpun kesempurnaan selagi masih belum seberkeping mungkin dan sebelum semua yang terpenting menjadi tak penting di momen yang semua anggap tak berarti di masa nanti.
Dan seawas mataku yang tidak sipit, benang sari getol saja memikirkan si putik primadona hati.
Dan seawas mataku yang tidak melipit, putik cantik getol saja memesona benang jantan penarik saripati.
Sementara ada yang mulai merindu baru-baru kemarin hari.
Katanya, baru sekarang merasa pertalian ini diingati, dihayati, dihargai, dikasihi, disayangi, dibumbui, dirasai, dipunyai; Dimiliki~
Bertebaran kata peduli saban hari makin menjadi pada pertalian ini.
Ada istimewa katanya pada tiap persembahan yang diberi dari diri sendiri dan yang ramai percaya diri.
Ada yang menangis karena melihat tawa berketiwi. *riris
Banyak tanah disinggahi; dipelesiri, sama anak-anak pelancong ini.
Banyak hujah, suasana, firasat, ra'yi, dramatisasi, melankoli, acapkali mewarnai :)
URANG TEH DULUR | August 22nd, 2012 | 05.17 pm
@myhouse|banjarsari-is-going-to-be-crowded-city #fiuhh
Monday, August 20, 2012
Resensi Novel: CELINE - Bisikan Hati dari Dusun Sunyi
Pengarang
: Laura Halida
Penerbit
: Robbani Press
Halaman
: 181
Tahun
Terbit : 2004
ISBN
: 979-3304-43-X
Celine, seorang katolik taat yang terlahir sebagai anak dari ayah yang menjabat sebagai kepala organisasi kristen terkemuka –dan paling berhasil mengkristenkan domba-domba tersesat- di dataran tanah Sumatera, terpaksa harus menerima kenyataan pahit bahwa ia tidak diterima lagi dalam keluarga karena masuknya ia dalam agama Islam yang mulia. Celine yang justeru masuk Islam sepulang dari Prancis karena perkenalannya dengan wanita muslim penjaga kios bahan makanan Asia, dibuang oleh ayahnya ke sebuah hutan belantara mengerikan, setelah selama satu bulan disekap dan di-kerangkeng.
Kini, terdamparlah ia di sebuah
rumah sepasang suami isteri –Henry dan Ida- yang baik dan berbudi setelah seorang
anak menemukannya di hutan. Rasa takutnya untuk ketahuan keluarga di Padang,
membuat ia terpaksa berpura-pura tidak bisa Bahasa Indonesia. Didukung paras
cantiknya sebagai peranakan Prancis, Celine pun tak pernah menanggalkan bahasa
Prancis-nya agar mencegah terbongkarnya identitas Celine yang asli. Terlebih,
Firman, adik dari uni Ida kuliah di Padang dan sangat memungkinkan ia mengenali
ayahnya yang seorang pebisnis sukses dan kayaraya.
Dikenal sebagai seorang
bule-muslimah di kampung barunya kini, Celine juga pandai membaca al-qur’an, ia
pun mengajar ngaji anak-anak di surau desa. Bagaimana mungkin Firman tak jatuh
hati padanya. Namun pada suatu hari, datanglah seorang sepasang suami isteri
misterius yang bernama Uda Hassan dan Uni Fatima. Rasa-rasanya, Celine
mengenali wajah uni Fatima. Namun, ia tak bisa lebih banyak mengingatnya.
Mereka berdua dikenal sebagai muslim yang taat dan dermawan. Namun sayang, jika
diajak ibadah di surau desa, mereka selalu menolak. Mereka berdua bahkan
membuat pengajian baru di kediamannya, tetapi janggalnya, pengajian tersebut
dilaksanakan bertepatan dengan jadwal pengajian surau.
Semakin hari, semakin
melencenglah tingkah polah para jama’ah pengajian uni Fatima dan Uda Hassan
tersebut. Celine pun kini mengerti bahwa apa yang mereka lakukan adalah
sebuah praktek kristenisasi. Dan barulah
Celine sadar, bahwa “mereka-mereka” itu adalah antek-antek dan teman-teman
papanya di misionaris. Untung saja, uni Ida dan Uda Hassan tidak termasuk dalam
masyarakat yang mudah tergoda dnegan rayuan sembako dan elektronik gratis.
Bahkan, Firman –yang ternyata tergabung dalam oragnisasi anti permutadan di
kampusnya (ORGAN)- pun kini siap memerangi kristenisasi yang tengah merajalela
di kampungnya, bersama Celine. Dan dengan rasa bersalah, Celine pun akhirnya membongkar
rahasianya bahwa ia adalah orang Indonesia dan fasih berbahasa Indonesia serta
menjelaskan alasan kebohongannya.
Celine mencoba menghubungi
adiknya Val –karena kegiatannya ini membutuhkan dana yang besar- yang sudah 6 bulan lamanya tak bertemu. Tentu
saja, Val kaget dan terkejut mendapati uninya masih hidup. Celine meminta Val
datang ke kampungnya. Sedatangnya Val di kampung, Celine dan Val mulai
menyelidiki “mereka” yang ternyata benar antek-antek papa mereka berdua.
Walaupun Val belum terajuk masuk Islam, namun ia sangat menyayangi uninya itu
dan bersedia turut serta membantu.
Dalam “peperangan” ini, Celine,
Firman, dan teman-teman ORGAN-nya mencoba mendatangi kediaman uni Fatima dan
uda Hassan untuk mengajak debat terbuka. Terang-teranganlah mereka itu membela Kristen.
Namun, Firman dan teman-temannya tentu tak segan membalasnya dengan hujatan
ilmiah dan lemparan menohok. Hingga di akhir, “mereka” pun kalah tekak dan tak
berkutik membalas gencatan argumen dari kubu islam.
Perjuangan Celine terus
berlanjut. Sempat diculik kembali oleh sang ayah yang berhasil menciduk
keberadaannya, Val menolongnya dan disitulah moment pengukuhan keislaman
Valerie terjadi. Val bersyahadat. Ia Islam. Ia muslimah. Karena seperti pesan
kakaknya, justeru seorang Kristen taat yang rajin membaca bibel-lah yang
justeru akan menemukan titik terang karena mendapati banyak sekali kecacatan
yang ada pada bibelnya. Dari pesan itulah Val menjadi sering membaca bibel dan menerjemahi
setiap kecacatan memalukan pada agamanya sendiri.
Firman yang sedari bertemu pertama
kali dengan Celine telah jatuh hati padanya, memutuskan untuk meminang gadis
cantik itu atas saran dari seorang ustadz yang bersama-sama dengannya berjuang
melawan kristenisasi. Namun sayang seribu sayang, dendam ”mereka” yang
menghantui para “penentang” tertuju pada si cantik Celine. Di malam hari,
Celine terbunuh dengan sebuah peluru antisuara oleh dua orang dari “mereka”.
Pinangan pun luntur. Firman kehilangan seorang sholehah yang dicintainya.
Novel ini jujur dan terasa
sangat real. Detailnya sangat mencerminkan keadaan Padang yang memang marak
dengan praktek kristenisasi yang sarat dengan berbagai iming-iming. Sayangnya,
akhir cerita yang gantung hanya menyiratkan sebuah keadaan syahid dalam
kematian Celine. Sementara hasil akhir dari perjuangan melawan kristenisasi
yang ada di desa dan begitu sangat dekat, belum jelaslah hasilnya. Kelebihan
buku ini terletak pada kegamblangan informasi yang diberikan si penulis mengenai
kecacatan- kecacatan agama “mereka” dengan disertai argumen atau tanggapan dari mereka sendiri, yang
kemudian saling berbalasan dengan argumen dari “kita”. Alasan-alasan ilmiah
tersebut jelas nampak disaat berlangsungnya perdebatan antara “mereka” dengan
Firman dkk.
Patut dibaca bagi kita muslim
dan muslimah sebagai sumber informasi untuk melawan hujatan-hujatan dari
“mereka”. Mendidik!
Resensi Novel: PERAHU KERTAS
Judul
: Perahu Kertas
Pengarang
: Dewi Lestari - Dee
Penerbit
: Bentang
Halaman
: 443
Tahun
Terbit : 2009
ISBN
: 978-979-1227-78-0
Bukan! Bukan Keenan tak ingin membahagiakan ayahnya dengan masuk fakultas manajemen. Tapi ia hanya amat sangat senang melukis, seperti ibunya dahulu. Namun keputusan mutlak sang ayah yang dirasa pahit ini justeru mempertemukannya dengan seorang manusia –yang menamakan dirinya sebagai alien Saturnus- bergender perempuan berperangai sangat aneh-norak-urakan-nggak cewek banget- namun periang, pintar, dan sangat jenius dalam hal tulis menulis yang merupakan hobinya. Ia bernama Kugy.
Perkenalannya dengan ”mahluk
aneh” itu berawal ketika sepupunya, Eko, mengajak pacarnya, Noni yang turut
serta membawa -sahabat paling dekatnya-Kugy saat menjemput Keenan untuk pertama
kalinya datang ke Bandung –universitasnya kini. Jadilah keempat manusia
tersebut menyatu dalam sebuah pertemanan
yang mereka namakan geng “midnight”-berasal dari kebiasaan mereka yang selalu
nonton midnight movie di bioskop.
Dan siapa sangka, Keenan yang cool banget itu bisa jatuh hati pada Kugy, yang sayangnya telah
memiliki seorang pacar yang bernama Joshua. Tapi, siapa pula yang tidak bisa kelepek-kelepek dengan sikap Keenan yang
cool, misterius, pintar -lebih
tepatnya jenius! ipk: 4,0 PERFECT.- dan bertampang tampan pula keturunan Belanda.
Namun sayang, Ojos (Joshua) menghalangi bersatunya cinta mereka. Tapi pada
akhirnya, kesalahpahaman membuat hubungan Kugy dan Ojos kandas.
Kisah cinta mereka yang complicated diwarnai dengan munculnya
seorang wanita bernama Wanda yang cantik, elok, tinggi, putih,
bak Barbie. Belum lagi karena kelihaiannya sebagai collector seni di galeri milik ayahnya yang paling terkenal di
Jakarta, Galeri Warsita. Sepupu Noni tersebut rela berpura-pura menjadi pembeli
gadungan untuk lukisan-lukisan Keenan yang berkat bujukannya kepada sang ayah, dipamerkan di Warsita. Namun pada
akhirnya, di malam hari pertunangan Noni dan Eko, Keenan mengetahui kebusukan
Wanda karena kemarahan Wanda untuk meminta balasan perasaannya yang tak kunjung
diterima Keenan. Disitulah Wanda yang tengah mabuk keceplosan membongkar rahasianya sendiri.
Sementara di malam itu, Kugy yang
sudah berbulan-bulan lamanya menghindar dari geng midnight gara-gara tidak
setuju –dan terlukai-dengan rencana Eko dan Noni untuk mencomblangkan Keenan
dengan Wanda, terpaksa tidak hadir. Timbulah masalah baru. Perang dingin Noni
vs Kugy pun dimulai. Sementara Keenan yang merasa dibohongi oleh “si Barbie” memutuskan
untuk menjauh dari dunia lamanya yang
kelam. Dan Kugy lebih memilih menyibukkan diri dengan kegiatan sosialnya
mengajari anak-anak putus sekolah di pelosok Bandung. Ia memendam
ketidakterusterangan tentang perasaan sebenarnya terhadap Keenan, kepada
Noni dan Eko.
Keenan, lari tanpa kabar. Membuat ayahnya sakit parah. Sementara Keenan yang telah betah di Bali
–tempat tinggal barunya- telah menemukan tambatan hatinya yang bernama
Luhde. Luhde adalah gadis manis Bali dan pemikir yang hebat. Namun hingga ia
berhasil memantapkan hatinya kepada Luhde, tak sedetikpun Keenan melupakan Kugy.
Terlebih dengan sebuah buku berisi dongeng anak-anak karya Kugy yang selalu
menjadi inspirasi dari setiap lukisannya dan selalu dibacanya setiap hari.
Sementara Keenan harus kembali
ke Jakarta untuk memberi “kesembuhan” bagi sang ayah dan meng-handle perusahaan ayah, wisuda Noni,
Eko, dan Kugy membuahkan hasil baik. Namun perang dingin belum usai. Kugy
menjadi seorang tim kreatif di sebuah perusahaan advertising masyhur dan mendapatkan seorang pangeran yang berbeda 8
tahun lebih tua dari umurnya. Tak lain adalah boss-nya sendiri, Remi. Namun
bukan berarti cintanya untuk Keenan terhapus.
Sebuah pertemuan di malam
pernikahan Eko dan Noni menjadi momen nostalgia empat sekawan yang sudah lama
sekali tak bertemu. Keadaan Noni dan Kugy membaik –setelah sebelumnya kata
“maaf” dari bibir Noni meluluhkan perang antara keduanya-, dan akhirnya Kugy
dan Keenan bertemu. Namun, dengan mengantongi status masing-masing sebagai
“milik orang”. Di akhir cerita, Luhde dan Remi merelakan yang tercintanya jatuh
kepada pilihan hatinya justru ketika Kugy dan Keenan bertekad untuk melupakan
perasaan keduanya dan serius terhadap pasangan masing-masing yang jelas-jelas
ada di depan mata. Tapi, takdir memang menginginkan bersatunya Keenan dan Kugy.
Dalam buku ini, Dee seolah
menjelma menjadi sosok lain yang berbeda dengan buku-buku karangannya yang lain.
Mungkin banyak yang berpendapat bahwa novel ini, nggak DEE banget. Tapi alur ceritanya yang unik dan tidak gampang
diplagiat, membuat novel ini menjadi roman cinta yang setiap detailnya sayang
dilewatkan. Terlebih, menurut saya, Dee berhasil menaskahkan sebuah ke-absurd-an dari keluarga Kugy yang kacau
balau plus “berantakan” dan mengundang tawa. Serta, ia pun berhasil mentransferkan maksud, arti, dan makna yang terkisah dari cerita ini lewat kata-katanya.
Tetapi, Saya menemukan sebuah
kejanggalan. Yaitu: hilangnya Wanda dalam novel ini setelah kejadian “bongkar
rahasia” di pertunangan Eko dan Noni. Padahal, Saya kira, Wanda akan muncul
lagi dan dapat bertemu dengan Keenan di hari pernikahan Eko dan Noni, mengingat
bahwa Wanda adalah sepupu dekat Noni. Tidak mungkin bukan jika keluarga Wanda
tidak menghadiri acara keluarga besar sepenting itu? Mungkin, akan lebih
rasional jika sebelumnya diceritakan bahwa Wanda kembali ke Negara studi S1-nya
di Amerika. Padahal sebelum Saya melanjutkan membaca bab berlatar pernikahan
Noni dan Eko, imajinasi Saya sudah melayang membayangkan kisah selanjutnya yang
lebih complicated dengan bertemunya kembali
Kugy, Keenan, dan Wanda.
Lalu, kemana dan dimanakah
Wanda? Who knows… ;)
Resensi Novel: TOTTO CHAN - Gadis Cilik di Jendela
Judul
: Totto chan – Gadis cilik di jendela
Pengarang
: Tetsuko Kuroyanagi
Penerbit
: PT Gramedia Pustaka Utama
Halaman
: 272 halaman
ISBN-10: 979 – 22 – 3655 – 4
ISBN-13: 978 – 979 – 22 – 3655 – 2
ISBN-13: 978 – 979 – 22 – 3655 – 2
Totto chan, seorang gadis manis yang –sayangnya- dianggap berbeda oleh teman-teman TK nya yang lain. Bayangkan saja, mama sangat sering dipanggil bu guru ke sekolah gara-gara tingkah lakunya yang aneh. Totto chan sering sekali menggambar tanpa mengikuti pelajaran yang diberikan gurunya. Ia juga pernah memanggil para pemusik jalanan lewat jendela kelasnya dan menyuruh mereka bermain musik, yang akibatnya, gaduhlah seisi kelas dan membuat kepala sekolahnya tak habis berpikir.
Ia
bahkan membuat kegaduhan di hari pertamanya
masuk sekolah dengan selalu mengulang-ulang membuka loker mejanya, untuk
kemuadian mengambil –hanya 1(satu)- benda dari tempat pensilnya lalu menutup
lokernya kembali. Tentu saja gerakannya terhadap loker meja itu membuat suara
gaduh. Meskipun ia ingin mengambil 2 atau bahkan 3 benda sekaligus dari tempat
pensilnya, ia akan mengulang gerakan-gerakan tersebut sebanyak dua atau tiga
kali.
Dikeluarkan
dari sekolah, tak lantas membuatnya sedih –karena mamanya memang tak
memberitahukannya- sang mama mencarikan sebuah sekolah ajaib untuk totto chan.
Mr.Kobayasi, sang kepala sekolah adalah teman barunya kini. Totto chan sangat
kagum dengan deretan gerbong kereta api yang menjadi kelasnya kini. Di sekolah
barunya kini, ia dapat bebas belajar apa saja tanpa terkekang oleh jadwal,
karena Mr.Kobayasi mempersilakan seluruh anak didiknya belajar apa saja yang
disukainya.
Makan
siang pun selalu penuh dengan canda tawa. Dengan bekal “sesuatu dari laut dan
sesuatu dari gunung”, mereka semua tertawa dan bertepuk tangan menanggapi
cerita seorang murid yang kebagian bercerita sesuai jadwalnya di setiap makan
siang. Sekolah yang indah. Sekolah tanpa kekangan. Sekolah unik nan ajaib yang
mengantarkan setiap muridnya menjadi seseorang yang diinginkannya sendiri
karena adanya kebebasan untuk belajar sesuai minat masing-masing. Namun sayang,
perang dunia kedua mengahapuskan semua canda tawa mereka karena seluruh gerbong
terbakar oleh bom.
Buku
yang kesemuanya berisi tentang pengalaman pribadi si penulis, mengajarkan
sebuah metode pendidikan yang sebenarnya. Dimana tidak ada marah-memarahi dan
keegoisan guru. Bahkan ketika Totto chan membongkar tempat pembuangan kotoran
sekolahnya hanya untuk mendapatkan kembali dompet kesayangannya yang tersedot,
kepala sekolah hanya berkata: “kau akan mengembalikan dan membersihkan semuanya
kembali kan?”. Dan tentu saja Totto chan dengan mantap mengiyakannya. Dengan
perkataan Mr.Kobayasi yang lembut dan penyayang itulah, Totto chan merasa
dipercayai –bahwa perbuatannya bukan hal yang salah- dan sangat senang kepala
sekolah menghargai betapa berharganya dompet kesayangannya itu. Siapa yang tak
akan bertanggung jawab jika ia merasa dipercaya?
Sebuah
kisah nyata yang mengobral kejujuran, kebersamaan, dan bebas kekangan.
Mencerminkan perasaan para pelajar di seluruh dunia yang membenci tindakan
konservatif guru yang amat kolot. Marah, makian, kejengkelan yang diluapkan,
membuat malu di hadapan seluruh kelas –dan tak jarang di depan satu sekolah-
bahkan perkataan yang selalu saja menyalahkan murid padahal mereka sungguh tahu
bahwa sebenarnya mereka yang malas berintrospeksi diri. Dan Totto chan tidak
mendapatkan itu di sekolah barunya bersama teman-teman “senasib”-nya, Mr.Kobayasi
, dan guru-guru lain yang penyayang.
Resensi Novel: THE ALCHEMIST
Judul
: The Alchemist
Pengarang
: Paulo coelho
Penerbit
: PT Gramedia Pustaka Utama
Halaman
: 217
Tahun
Terbit : 2009
ISBN
: 978-979-22-1664-6
Novel karangan Paulo Coelho ini berkisah tentang seorang anak manusia yang bernama Santiago. Seorang lelaki penggembala yang tinggal di sebuah desa di Andalusia. Pilihannya menjadi seorang penggembala tidak lepas dari keinginannya untuk berkelana ke seluruh penjuru dunia daripada menetap di desa dan bersekolah di sebuah sekolah seminari.
Pengalaman
“mengasuh” domba selama bertahun lamanya membuat ia begitu mengerti perihal apa
saja yang diinginkan dan dilakukan domba-dombanya. Hingga pada suatu hari,
lelaki yang amat tertarik untuk selalu membaca buku-buku tebal ini pun
didatangi sebuah mimpi yang pada akhirnya mengarahkan jiwanya untuk selalu meraih
mimpi walaupun hal itu tampak maya adanya.
Santiago
bermimpi, bahwa ia akan mendapatkan harta karun yang bertempat di dekat
piramida mesir. Mesir? Tempat yang begitu jauh dari tapak kakinya berpijak
kini. Namun, misteri dari kemunculan mimpinya yang hinggap di tiga kali tidur
siangnya di bawah pohon sycamore, membuahkan rasa penasaran yang amat membekas
hingga akhirnya, ia mencoba menemui sorang wanita gipsy yang biasa meramal saat
ia pergi ke kota Tarifa untuk menjual bulu-bulu wol dari domba-domba miliknya.
Walaupun
mendapatkan jawaban yang tidak pasti – menggantung – dari wanita gipsy
tersebut, namun Santiago sudah terlanjur mengiyakan janji untuk memberikan
sepersepuluh harta karun-yang jika ia temukan- kepada si peramal tersebut. Dari
kebimbangan itulah, muncul Raja Salem, seorang Raja bijak yang misterius dan
selalu datang tiba-tiba saat ia merasa butuh pertolongan.
Dari
nasehatnya itu, ia kemudian memberanikan diri untuk menjual seluruh dombanya
sebagai modal untuk memulai petualangan. Walaupun sempat ditipu orang, dan
semua uangnya raib, Raja Salem kemudian datang kembali membeli pertolongan.
Kemudian di tempat berikutnya ia terpakasa menjadi seorang “jongos” di sebuah
toko Kristal. Disinilah hal menarik pertama yang saya temui di novel ini.
Santiago
mengajarkan pelajaran marketing kepada si “boss”. Toko Kristal tidak laku yang
terletak di bukit nan sepi itu -aneh-memang-kenapa-ada-toko-penjual-barang-antik-di-tempat-sepi-
kemudian laris manis berkat kedatangan Santiago. Santiago mengusulkan untuk
membuka penjualan minuman yang banyak disukai orang dan menghidangkannya dengan
gelas-gelas Kristal. Dengan jalan itu, harapannya orang-orang yang meminum
minuman tersebut dengan gelas Kristal, dapat merasakan “sensasi berbeda” dan
tertarik membeli gelas kristalnya.
Perjalanan
yang sangat panjang membawanya semakin mengerti akan jiwa dunia dan mengerti
akan tanda-tanda yang termaktub. Dengan sebuah rombongan besar karavan,
sampailah ia di sebuah oase tempat sang alkemis yang selama ini dicarinya
berdasar atas petunjuk raja Salem. Di el-Fayoum ini pula-lah, ia bertemu dengan
Fatima, sang pujaan hatinya.
Hingga
pada akhir cerita, Santiago berhasil menempuh Mesir dan menjumpai
piramida-piramidanya yang menakjubkan. Namun aneh, setelah kuat-kuat menggali,
tak lekas ia menemukan hartanya. Melainkan, dua orang menganiayanya,
memukulnya, dan compang-campinglah ia. Orang tersebut berkata: “bodoh! Mengapa
ada orang Andalusia yang jauh-jauh kesini untuk harta karun karena mimpi
padahal setahun lalu aku bermimpi bahwa aku mendapatkan harta karun di
Andalusia tepat dibawah pohon sycamore”
Santiago
pun pulang dan mengerti maksudnya. Bahwa harta yang selama ini dicari-carinya
selama setahun belakangan dan melalui perjalanan panjang -bahkan melewati
tantangan untuk merubah dirinya menjadi angin- ternyata berujung pada sebuah
tempat yang amat sangat dekat dengannya. Namun, lewat this long journey, dia mengerti suatu pepatah besar: JIKA KAU
BERUSAHA ATAS SEBUAH KEINGINAN, SESUNGGUHNYA SEMESTA AKAN BAHU MEMBAHU
MEMBANTUMU UNTUK MENGGAPAINYA.
Saturday, August 18, 2012
Uda
Sudah lama tidak bersua dengan nyaman penghibur rasa.
Sudah lama tidak berjumpa dengan nyaman pendegar macam cerita.
Sudah lama tidak bermesra dengan nyaman beribu cakap tiada tara.
Sudah lama tidak berpadu dengan nyaman yang dibicarakan orang semua.
Sudah lama, dan sekarang ada di suka belum berduka.
Sedekat ini, rasanya memanja pada sang kakak.
Sefasih ini, berungkap bercengkrama bersaut tanya.
Dengan balada si tetua bijaksana.
Padahal, banyak dibuat yg tampak di muka.
Sudah baik, dibuatnya tak baik di muka meja.
Sudah ramah, dibuatnya tak ramah di muka meja.
Dan sulit dinyana,
Tiada sudi si Tuan berkarib dengan sejawat hamba.
Semogalah selalu baiknya itu.
Semogalah sampai hingga di Bandung sana.
August 18th | 12.08 am
@mycomforthouse: after more than three days
Sudah lama tidak berjumpa dengan nyaman pendegar macam cerita.
Sudah lama tidak bermesra dengan nyaman beribu cakap tiada tara.
Sudah lama tidak berpadu dengan nyaman yang dibicarakan orang semua.
Sudah lama, dan sekarang ada di suka belum berduka.
Sedekat ini, rasanya memanja pada sang kakak.
Sefasih ini, berungkap bercengkrama bersaut tanya.
Dengan balada si tetua bijaksana.
Padahal, banyak dibuat yg tampak di muka.
Sudah baik, dibuatnya tak baik di muka meja.
Sudah ramah, dibuatnya tak ramah di muka meja.
Dan sulit dinyana,
Tiada sudi si Tuan berkarib dengan sejawat hamba.
Semogalah selalu baiknya itu.
Semogalah sampai hingga di Bandung sana.
August 18th | 12.08 am
@mycomforthouse: after more than three days
Sunday, August 12, 2012
Kartini
Dulu, Eyang putriku dijajah.
Mbah buyutku dipenjara.
Dirampaslah bening botol imajinya.
Hingga harapan dan genap cita-cita,
berjamur dan melebur:
pada
DAPUR, SUMUR, dan KASUR.
Dulu Eyang putriku dijajah:
Dijajah adat dan kejenuhan rekaan mitos.
Dulu Mbah buyutku dipenjara:
Dipenjara tanggal pingitan.
Dipenjara
di rumah sendiri.
Telungkup bisu tanpa bacaan.
Membenih sendu tiada ajaran.
Berlumur kebodohan.
Dan kiranya seorang gadis itu mengerti.
Harus ada lakon guru di
barisan perempuan.
Harus berkembang ranah ini bukan oleh biduan.
“Hei Abendanon!”, sapanya zaman itu.
“Disini kami pada buta huruf.
Disini kami terduduk dan terpekur.
Bagaimana para gadis di Londo sana, hei Abendanon?”
Dan jejak-jejak pena itu; bercampur baur.
Menjadi anyaman kemandirian.
Dan tercipta ilmu bercucuran.
Si hitam-hitam itu menguap:
Menjadi benderang!
Dan yang gelap; menjadi gemerlap.
Bangkit!
Tinggalkan telur-telur yang dieram.
Dan buntalan kusut kejemuan.
Masih ada buah ranum di
pelupuk mata kanan.
May 5th 2012 | 07.19 pm
@mpb(gsg)cendekia: Preparation for Kartini
Day ~
Read by FegaGifarina as the chief of the
event in front of whole IC’s studentsJ
Dari Jauh Dari Dekat
Santer dari jauh sekali.
Seonggok gula manis pelan-pelan membahana.
Dia dan budi baiknya.
Wajah terang bekas air wudhu.
Berkumur dari getol wirid.
Tapi dekat pelupuk mata kiri, santer
orang-orang berbincang.
Dia dan bau kudisnya.
Yang katanya dia membonceng gadis.
Yang katanya takabur dan mengulat di busuk
kubis.
Sore tadi si Tuan melihat padaku.
Tanpa tersenyum.
Memapah kasih yang kian melarut di sel
darahku.
Aku peluk-peluk kasih itu,
Biarpun si Tuan itu tidak tahu.
Aku tidak peduli yang dari jauh yang dari
dekat itu.
Aku peluk-peluk kasih itu.
Aku peluk-peluk kasih itu.
Kendali
Saat kendali dan pelatuk meregang dari
jemari.
Kasturi tak lagi wangi.
Yang jauh makin pergi.
Padahal tekad lusa lalu cukup berarti.
Dan sampai pada menganyam kulit padi.
Dan sampai pada menuntun kecoak pada
kemangi.
Dan sampai dari larut yang hanyut hingga
pagi.
Lagi-lagi.
Dan rikuh tersungkur lagi.
Hilang kendali.
Bersama sejawat-sejawati.
@rkbbuillding: iCare’12 briefing
Dandelion Bulan Januari
Dandelion bulan Januari.
Satu tangkai berkerumun banyak bandul.
Dandelion bulan Januari.
Tumbuh dibawah basahan melulu.
Harum tanah menghampiri daun.
Setiap mata puji rekah warnamu.
Setiap lewat, tak mau setitik tertipu.
Hanya untuk pesonamu.
Sayang,
Saya hanya harap yang
kurang.
Anggurkan sebelah tepukan itu.
Karena cahaya itu!
Yang tak sedetik soroti aku.
Karenamu,
Dandelion bulan Januari.
Cantikmu, biarlah untuk suryaku.
January 12th 2012 | 06.00 pm
@dormcendekia: after saw the dandelion
flowers beside “J” building
Baru Kali Ini
Dibawah gerimis sore ini.
Saya memasuki pintu remang.
Cahaya setitik tersaring.
Hanya di permulaan!
Hanya setengah jalan.
Ini namanya kekalahan.
Titik-titik basah.
Kalap untuk turut menangis.
Sedang aku tak minta iba.
Didepan semua.
MALU.
Ada surya disamping aduan ini.
Tapi ini bikin tanganku dewasa.
Sekalinya ini aku berjibaku.
Dengan kobar diluar ambang penat.
Sekalinya ini aku melesat.
Dengan sayap yang baru kupasang.
Baru kali ini.
January 12th 2012 | 05.45 pm
Yunani
Lihat itu..
Arthenon kukuh berdiri.
Tegak , tak koyah.
Pallas Athena melambai dari dalamnya.
Menebar keselamatan bagi kota.
Lihat lagi, Kawan.
Dyionisos berjalan serong.
Hahaha.
Rupanya ia mabuk.
Mau anggur, Teman ?
Haha, ia merayuku.
Mengajakku ke tepian Kaspia.
Kemana lagi Kawan ?
Hhmm..
Aku mulai terbuai.
Ia benar rupanya.
Ini refleksi dunia fana.
Bayangan semata.
Sayang kini Kau tiada.
Lelap.
Aku kian terlelap.
Huh !
Aphrodite selalu bisa membuatku iri.
Keelokannya itu, Kawan...
Tidakkah Kau melihatnya?
Memesona.
Tersihirlah mata buta.
Disini.
Mawar kota tua ini membisukan aku.
Membuatku kian terpana.
Aromanya mengalun sesakkan batin.
Emak, aku belum ingin pulang.
Kemarilah, kau akan tahu surganya.
YUNAN, Mak..
Nirwana para Dewa.
History task May 24th 2011
Subscribe to:
Posts (Atom)